Tak hanya tarian dan pertunjukan sendratari, pantomim turut menjadi salah satu seni pertunjukan yang populer di Indonesia. Tentunya popularitas kesenian pantomim di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari keunikan yang dimiliki dibandingkan seni teatrikal lainnya, yakni menampilkan penampilan tanpa kata-kata atau tanpa berbicara satu kata pun.
Dengan kata lain, seni pantomim hanya menampilkan gerak tubuh dan mimik muka, untuk mendeskripsikan karakter atau perilaku dalam setiap dialog. Atau bisa dibilang jika pantomim merupakan seni bercerita melalui gerak tubuh dan ekspresi wajah. Biasanya penampilan seni pantomim bersifat tunggal, berpasangan, atau bahkan berkelompok dengan banyak pemeran pantomim lainnya.
Seni pantomim muncul dari pada Commedia dell’Arte, atau bentuk awal teater profesional dari Italia pada abad ke-16 hingga ke-18. Pada periode tersebut, pantomim menjadi salah satu ciri khas dalam pertunjukan Commedia dell’Arte. Seiring berjalannya waktu, seni pantomim mulai berkembang di Eropa.
Bahkan, masa kejayaan pantomim semakin tercium sejak kehadiran film bisu pada abad ke-20. Salah satu film bisu yang paling populer adalah The Tramp (1915) yang diperankan oleh seniman pantomim dunia, Charlie Chaplin. Berawal dari situ, seni pantomim makin dikenal luas, termasuk di Indonesia.
Eksistensi Seni Pantomim di Indonesia
Kehadiran seni pantomim di Indonesia dimulai pada era 1970-an di Yogyakarta. Pada saat itu, tokoh teater terkenal dan legendaris Yogyakarta, Moortri Poernomo, menjadi salah satu tokoh perintis pantomim di Indonesia. Kiprah Moortri Poernomo dalam mengenalkan seni pantomim adalah mengajarkan konsep dasar gerakan pantomim di Akademi Seni Drama dan Film Indonesia (ASDRAFI).
Selain itu, seniman pantomim bernama Jemek Supardi yang menggelar seni pertunjukan pantomim berjudul Jemek Numpang Perahu Nuh (1982) di Senisono Art Gallery. Jemek Supriadi atau dikenal sebagai “Bapak Pantomim Indonesia” mulai aktif menampilkan seni pantomim. Memiliki gerak tubuh gemulai, ekspresi penuh hasrat, dan menggunakan makeup dengan totalitas menjadi daya tarik maestro pantomim satu ini. Bahkan, Jemek Supriadi sudah mengantongi banyak penghargaan berkat penampilannya yang memukau.
Seiring berjalannya waktu, semakin banyak seniman pantomim yang meramaikan panggung seni pertunjukan Indonesia. Salah satu seniman pantomim yang berprestasi dan berperan besar dalam perkembangan seni pantomim adalah Didi Petet. Bersama dengan seniman pantomim Sena A. Utoyo, Didi Petet melahirkan kelompok teater pantomim di Jakarta yang diberi nama “Sena Didi Mime” pada 1986.
Karya-karya yang dihasilkan oleh Sena Didi Mime tidak patut dianggap remeh. Paslanya, grup teater pantomim ini sukses melahirkan banyak repertoar yang unik. Tak hanya ditampilkan di Indonesia, repertoar grup Sena Didi Mime berhasil dipentaskan di festival internasional, mulai dari Prancis, Slovakia, hingga Berlin.
Salah satu aktor pantomim yang masih eksis hingga saat ini adalah Septian Dwi Cahyo. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, Septian Dwi Cahyo dikenal sebagai pelakon tokoh “Den Bagus” dalam program televisi, Spontan, yang tayang pada tahun 2000-an di salah satu televisi swasta. Lebih jauh dari itu, masa tahun 1980-an, Septian Dwi Cahyo membintangi beberapa film dan sinema elektronik, serta dikenal sebagai pegiat break dance. Kini, Septian aktif mengedukasi masyarakat mengenai pantomim melalui Septian Dwi Cahyo (SDC) Studio.
Tumbuhnya Generasi Pantomim di Daerah
Setelah era Moorti Poernomo, Jemek Supardi, Sena Didi Mime, dan Septian Dwi Cahyo, kehadiran pegiat pantomim dari berbagai daerah di Indonesia tumbuh dan berkembang dengan akulturasi dan inovasi yang mengangkat kearifan budaya lokal.
Sebut saja, Dede Dablo (Bandung) belakangan sedang aktif melakukan street mime dan banyak digandrungi para pengguna TikTok. Selain itu, ada juga Wanggi Hoed dari Mixii-Imajimime Theatre (Bandung) yang selalu hadir turun ke jalan melakukan aksi sosial dengan pantomim. Di Jakarta, ada juga seniman pantomim Joko Joker yang seringkali tampil bersama band Supir Tembak.
Sementara itu, Amar Eres, Syukron Djamal, Bang Zhai (Jakarta) yang memiliki minat khusus mengembangkan komunitas pantomim anak yang tergabung dalam MimeKids. Juga ada Banon Gautama yang juga turut mengembangkan acting class pantomim bagi masyarakat umum. Kehadiran pegiat pantomim di daerah juga mewakili identitas daerahnya itu sendiri, seperti akulturasi pantomim dengan budaya Aceh oleh Rasyidin Wigmaroe. Serta pendekatan yang dilakukan oleh Sanggar Arsita, Yud’s Dance Mime Teater, dan Imagination Mime, ketiganya merupakan pegiat pantomim dari Yogyakarta yang terus melakukan revitalisasi pantomim.
Saat ini, seni pantomim sudah masuk sebagai pendidikan ekstrakurikuler mulai dari Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah. Karena itu, pantomim mulai banyak dikenal dan diminati oleh kalangan anak dan remaja. Terlebih, pemerintah pun menyelenggarakan lomba pantomim untuk pelajar.
Seni Pantomim Menginspirasi Tari Tradisional
Popularitas seni pertunjukan pantomim tidak ada habisnya, bahkan pantomim kerap menginspirasi dan diselipkan dalam gerakan tarian tradisional Indonesia. Contohnya adalah gerakan pada Tari Gambir Anom khas Solo, Jawa Tengah. Setiap gerakan pada Tari Gambir Anom mengisahkan percintaan masa remaja, dari gerakan pantomim yang menggambarkan kegiatan bercermin, berdandan, dan beberapa gerakan seseorang yang sedang jatuh cinta.
Selain itu, Tari Rantak Kudo dari Jambi juga menyelipkan gerakan pantomim di dalamnya. Tarian yang dilakukan secara berkelompok ini memiliki gerakan menghentak-hentakkan kaki layaknya kudo, atau kuda dalam bahasa Kerinci.
Ada pula Tari Gong asli Kalimantan Timur yang turut menyelipkan gerakan pantomim di dalamnya. Tari tradisional Suku Dayak yang tertera dalam uang kertas Rp20.000 Tahun Emisi 2022 ini merupakan gerakan tiruan dari burung Enggang. Itu mengapa, tarian tradisional ini identik dengan adanya bulu tiruan burung Enggang pada tangannya, seakan sedang mengepakkan sayap.
@Ragam Jatim