Reog (aksara Jawa: ꦫꦺꦪꦺꦴꦒ꧀, Réyog) merupakan tarian tradisional dari Ponorogo,
Jawa Timur dalam arena terbuka yang berfungsi sebagai hiburan rakyat, mengandung unsur magis, penari utama adalah orang berkepala singa dengan hiasan bulu merak, dengan berat topeng mencapai 50–60 kg. Ditambah beberapa penari bertopeng dan berkuda lumping dan Reog asli dari Indonesia.
Reog ponorogo dalam event eksotika bromo |
Reog merupakan salah satu seni budaya yang berasal dari Jawa Timur bagian barat-laut, dan Ponorogo dianggap sebagai kota asal Reog yang sebenarnya. Gerbang kota Ponorogo dihiasi oleh sosok warok dan gemblak, dua sosok yang ikut tampil pada saat Reog dipertunjukkan. Reog adalah salah satu budaya daerah di Indonesia yang masih sangat kental dengan hal-hal yang berbau mistik dan ilmu kebatinan yang kuat.
Reog Sebuah seni pertunjukan tua yang bertahan dari gempuran zaman. Memiliki nilai seni sekaligus nilai-nilai luhur. Reog Ponorogo adalah bentuk kesenian yang tumbuh berabad-abad lalu. Reog merupakan salah satu seni budaya yang berasal dari Jatim bagian barat-laut dan Ponorogo dianggap sebagai kota asal Reog yang sebenarnya. Gerbang kota Ponorogo dihiasi oleh sosok warok dan gemblak, dua sosok yang ikut tampil pada saat Reog dipertunjukkan. Reog adalah salah satu budaya daerah di Indonesia yang masih sangat kental dengan hal-hal yang berbau mistik dan ilmu kebatinan yang kuat.
Tarian tradisional dalam arena terbuka yang berfungsi sebagai hiburan rakyat, mengandung unsur magis, penari utama adalah orang berkepala singa dengan hiasan bulu merak, ditambah beberapa penari bertopeng dan berkuda lumping. Ada dua ragam bentuk reog Ponorogo yang dikenal saat ini, yakni Reog Obyog dan Reog Festival.
Reog modern biasanya dipentaskan dalam beberapa acara seperti pernikahan, khitanan, dan hari-hari besar Nasional. Seni Reog Ponorogo terdiri dari beberapa rangkaian 2 sampai 3 tarian pembukaan. Reog obyog Sering pentas di pelataran atau jalan tanpa mengikuti pakem tertentu. Biasanya mengisi acara hajatan, bersih desa, hingga pementasan semata untuk menghibur. Sedangkan Reog Festival sudah mengalami modifikasi dan ditampilkan sesuai pakem dalam acara tahunan Festival Reog yang diadakan Pemerintah Kota Ponorogo sejak 1997. Berdasarkan lokakarya pengusulan ICH UNESCO tanggal 15-16 Februari 2022, Reog Ponorogo masuk Daftar Warisan Budaya Tak benda (WBTb) UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization).
Sejarah
Ada lima versi cerita populer yang berkembang di masyarakat tentang asal usul Reog dan Warok, namun salah satu cerita yang paling terkenal adalah cerita tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu, seorang abdi kerajaan pada masa Bhre Kertabhumi, Raja Majapahit terakhir yang berkuasa pada abad ke-15. Ki Ageng Kutu murka akan pengaruh kuat dari pihak istri raja Majapahit yang berasal dari Tiongkok, selain itu juga murka kepada rajanya dalam pemerintahan yang korup, ia pun melihat bahwa kekuasaan Kerajaan Majapahit akan berakhir. Ia lalu meninggalkan sang raja dan mendirikan perguruan di mana ia mengajar seni bela diri kepada anak-anak muda, ilmu kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan dengan harapan bahwa anak-anak muda ini akan menjadi bibit dari kebangkitan kerajaan Majapahit kembali. Sadar bahwa pasukannya terlalu kecil untuk melawan pasukan kerajaan maka pesan politis Ki Ageng Kutu disampaikan melalui pertunjukan seni Reog, yang merupakan "sindiran" kepada Raja Kertabhumi dan kerajaannya. Pagelaran Reog menjadi cara Ki Ageng Kutu membangun perlawanan masyarakat lokal menggunakan kepopuleran Reog.
Dalam pertunjukan Reog ditampilkan topeng berbentuk kepala singa yang dikenal sebagai "Singa Barong", raja hutan, yang menjadi simbol untuk Kertabhumi, dan di atasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan Tiongkoknya yang mengatur dari atas segala gerak-geriknya. Jathilan, yang diperankan oleh kelompok penari gemblak yang menunggangi kuda-kudaan menjadi simbol kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit yang menjadi perbandingan kontras dengan kekuatan warok, yang berada dibalik topeng badut merah yang menjadi simbol untuk Ki Ageng Kutu, sendirian dan menopang berat topeng Singa Barong yang mencapai lebih dari 50 kg hanya dengan menggunakan giginya.
Kepopuleran Reog Ki Ageng Kutu akhirnya menyebabkan Bhre Kertabhumi mengambil tindakan dan menyerang perguruannya, pemberontakan oleh warok dengan cepat diatasi, dan perguruan dilarang untuk melanjutkan pengajaran akan warok. Namun murid-murid Ki Ageng Kutu tetap melanjutkannya secara diam-diam. Walaupun begitu, kesenian Reognya sendiri masih diperbolehkan untuk dipentaskan karena sudah menjadi pertunjukan populer di antara masyarakat, namun jalan ceritanya memiliki alur baru di mana ditambahkan karakter-karakter dari cerita rakyat Ponorogo yaitu Klono Sewandono, Dewi Songgolangit, dan Sri Genthayu.
Versi resmi alur cerita Reog Ponorogo kini adalah cerita tentang Raja Ponorogo yang berniat melamar putri Kerajaan Daha, Dewi Ragil Kuning, namun di tengah perjalanan ia dicegat oleh Raja Singa Barong dari Kerajaan Daha. Pasukan Raja Singa Barong terdiri dari merak dan singa, sedangkan dari pihak Kerajaan Ponorogo, Raja Klono dan Wakilnya Bujang Ganong, dikawal oleh warok (pria berpakaian hitam-hitam dalam tariannya), dan warok ini memiliki ilmu hitam mematikan. Seluruh tariannya merupakan tarian perang antara Kerajaan Daha dan Kerajaan Ponorogo, dan mengadu ilmu hitam antara keduanya, para penari dalam keadaan "kerasukan" saat mementaskan tariannya.
Hingga kini masyarakat Ponorogo hanya mengikuti apa yang menjadi warisan leluhur mereka sebagai warisan budaya yang sangat kaya. Dalam pengalamannya Seni Reog merupakan cipta kreasi manusia yang terbentuk adanya aliran kepercayaan yang ada secara turun temurun dan terjaga. Upacaranya pun menggunakan syarat-syarat yang tidak mudah bagi orang awam untuk memenuhinya tanpa adanya garis keturunan yang jelas. Mereka menganut garis keturunan parental dan hukum adat yang masih berlaku.
Pementasan Seni Reog
Reog modern biasanya dipentaskan dalam beberapa acara seperti pernikahan, khitanan, dan hari-hari besar Nasional. Seni Reog Ponorogo terdiri dari beberapa rangkaian 2 sampai 3 tarian pembukaan. Tarian pertama biasanya dibawakan oleh 6 - 8 pria gagah berani dengan pakaian serba hitam, dengan muka dipoles warna merah. Para penari ini menggambarkan sosok singa yang pemberani. Berikutnya adalah tarian yang dibawakan oleh 6 - 8 gadis yang menaiki kuda. Pada Reog tradisional, penari ini biasanya diperankan oleh gemblak, penari laki-laki yang berpakaian wanita. Tarian ini dinamakan tari jaran kepang atau jathilan, yang harus dibedakan dengan seni tari lain yaitu tari kuda lumping.
Tarian pembukaan lainnya jika ada biasanya berupa tarian oleh anak kecil yang membawakan adegan lucu yang disebut Bujang Ganong atau Ganongan.
Setelah tarian pembukaan selesai, baru ditampilkan adegan inti yang isinya bergantung kondisi di mana seni Reog ditampilkan. Jika berhubungan dengan pernikahan maka yang ditampilkan adalah adegan percintaan. Untuk hajatan khitanan atau sunatan, biasanya cerita pendekar.
Adegan dalam seni Reog biasanya tidak mengikuti skenario yang tersusun rapi. Di sini selalu ada interaksi antara pemain dan dalang (biasanya pemimpin rombongan) dan kadang-kadang dengan penonton. Terkadang seorang pemain yang sedang pentas dapat digantikan oleh pemain lain bila pemain tersebut kelelahan. Yang lebih dipentingkan dalam pementasan seni Reog adalah memberikan kepuasan kepada penontonnya.
Adegan terakhir adalah Singa Barong, di mana pelaku memakai topeng berbentuk kepala singa dengan mahkota yang terbuat dari bulu burung merak. Berat topeng ini bisa mencapai 50–60 kg. Topeng yang berat ini dibawa oleh penarinya dengan gigi. Kemampuan untuk membawakan topeng ini selain diperoleh dengan latihan yang berat, juga dipercaya diperoleh dengan latihan spiritual seperti puasa dan tapa.
Sumber : Wikipedia
ragamjatim.com